Minggu, 23 Maret 2008

Problem Adam Smith: Simpati VS Kepentingan Sendiri

Dalam karyanya yang terbit pada 1759, The Theory of Moral Sentiments, Adam Smith menuliskan bahwa “simpati” adalah kekuatan penggerak di balik masyarakat yang makmur dan dermawan. Dalam karya berikutnya, The Wealth of Nations, “kepentingan diri” menjadi motif primernya. Para filsuf Jerman menyebut kontradiksi ini sebagai Das Adam Smith Probem, tetapi Smith sendiri tidak melihat adanya konflik di antara keduanya. Dia memandang diantara kedua karyanya itu saling melengkapi, sebuah pandangan dunia yang sistematis tentang masyarakat liberal. Smith percaya bahwa setiap manusia memiliki keinginan dasar untuk diterima oleh orang lain. Untuk mendapatkan simpati ini, orang akan bertindak sedemikian rupa agar ia dihormati dan dihargai. Dalam kehidupan ekonomi, ini berarti kepentingan diri yang baik, dimana pembeli mapun penjual sama-sama mendapat keuntungan dalam transaksi. Lebih jauh, Smith berpendapat bahwa kemajuan ekonomi dan surplus kekayaan adalah prasyarat bagi simpati dan kedermawanan. Ringkasnya, Smith ingin mengintegrasikan ekonomi dengan perilaku moral.

Filsuf Skotlandia ini percaya bahwa manusia akan dimotivasi oleh baik itu kepentingan diri maupun kedermawanan. Tetapi dalam ekonomi pasar yang kompleks, dimana individu berada jauh dari keluarga dan sahabat terdekatnya, kepentingan diri akan semakin kuat. Menurut interpretasi Ronald Coase, ”keunggulan besar dari pasar adalah bahwa pasar mampu menggunakan kekuatan kepentingan diri untuk mengimbangi klemahan dan ketimpangan kebaikan, sehingga mereka yang tidak dikenal, tidak menarik dan tidak penting, akan terpenuhi keinginannya.”

Smith tidak menyetujui keserakahan yang tidak terkendali, tetapi dia mendukung kontrol diri. Dia percaya bahwa masyarakat komersial yang bebas akan melunakkan nafsu serakah dan mencegah munculnya rimba Hobbesian, sebuah tema yang diulas oleh Montesquieu dan Senior Nassau. Dia mengatakan bahwa perdagangan akan mendorongorang untuk belajar, bekerja keras dan mendisiplinkan diri, dan menunda kesenangan. Orang ”tak akan mau menipu dan mau memperbaiki kesa;lahan” agar tidak kehilangan konsumen.

Dikutip dari: Mark Skousen, ”The Making of Modern Economics: Te Lives and Ideas of the Great Thingkers”, diterjemahkan oleh Tri Wibowo Budi Santoso.

0 komentar: